Sejarah Desa

31 Januari 2017 19:18:39 WITA

SEJARAH DESA KUBUTAMBAHAN

 

Pada umumnya nama suatu Desa, Banjar, Subak  dan tempat-tempat lainnya mempunyai latar belakang sejarah tersendiri. Ada beberapa alternatif yang dipakai dalam pemberian nama tersebut antara lain :

  • Keadaan alam
  • Mata pencaharian
  • Daerah, Desa, Banjar atau Dusun asal mereka
  • Nama-nama orang yang dianggap berjasa dalam menentukan Daerah tersebut.

Desa, Banjar yang tergolong kuno sebagian besar lagi diantaranya hanya diketahui melalui cerita-cerita rakyat yang turun temurun (legenda) dari leluhur mereka, dan sebagian lagi memang terbukti secara tertulis dalam babad pemancangan, prasasti dan lain-lain. Untuk yang bersifat legenda sering kali menimbulkan banyak versi dalam pengungkapan sejarah dari daerah tersebut. Sama halnya dengan Desa Kubutambahan, sumber sejarah tertulis belum dapat diungkapkan karena suatu hal sangat prinsip warga desa Kubutambahan tidak berani untuk membaca maupun menyalin prasasti tersebut. Dan juga karena prasasti tersebut hanya dapat diambil jika telah mendapat ijin (wahyu) dari tempat penyimpanannya (tidak menentu) oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Untuk itu pada kesempatan ini kami memaparkan hasil cerita dan piteket para leluhur warga Desa Kubutambahan yang antara lain sebagai berikut :

 

Bahwa dahulu kala letak Desa Kubutambahan berada di sebelah timur dari letaknya yang sekarang dan berada di pinggir pantai dan bernama desa (Kerajaan) Besi Mejajar, yang pusat pemerintahannya disekitar Pulo Kerta Negara Loka sekarang, di daerah pantai yang bernama Kutabanding yang kini dihuni oleh para krama Pura tersebut ada yang bernama Ratu Gede Subandar (mungkin berasal daru Syah Bandar) dan Ida Betara solo.

 

Adapun penguasaannya pada waktu itu bergelar Ida Ratu Hyang Ing Hyang (yang berarti Raja di Raja) dan konon mempunyai wilayah sebanyak 18 Bale Agung dari sebelah timur yaitu Desa Tianyar dan sebelah barat Desa Pemuteran, ini terbukti pada waktu jaman sebelum kemerdekaan, Ida Batara Hyang Ing Hyang jika mepeningan sampai kepelabuhan Aji dan Desa Patemon dan juga hal ini dapat terlihat jelas salah satu pura di Desa Kubutambahan bernama sama dengan salah satu pura di Desa Petemon yaitu Pura Ratu Gede Patih dimana pada waktu itu Pura tersebut menyelenggarakan Upacara besar masih mengadakan Upacara tata krama adat yaitu kuntab (hadir). Nama Besi Mejajar untuk Desa Kubutambahan konon beberapa Pura yang ada di Desa Kubutambahan (terbukti sampai saat sekarang) terletak berjajar sepanjang pantai Desa Kubutambahan dan beberapa pura yang mengitari Desa Kubutambahan searah delapan penjuru angin, dari deretan pura-pura tersebut merupakan suatu jajaran yang persis benteng yang juga merupakan penjagaan dari musuh-musuh pada waktu dari seberang lautan. Pada suatu ketika Pemerintahan Desa Besi Mejajar diserang oleh perusuh dengan jumlah yang cukup banyak dari seberang lautan, yang juga bertepatan dengan terjadinya banjir (air bah) pada sebelah timur pusat Pemerintahan yaitu di daerah Yeh Buah yang sekarang yang berasal dari kata Yeh Wah (banjir). Untuk menyelamatkan pucuk pimpinan (raja) maka atas kesepakatan bersama pusat pemerintahan dipindahkan ke selatan, karena tempat pusat kerajaan amat mudah diserang oleh para musuh-musuh dari seberang dan juga tempat tersebut merupakan tempat muara pangkung pembuangan air yang sangat besar dari atas (Desa Bila), Bengkala, Tamblang. Dan semua pemerintahan dipusatkan jadi satu (abulih) dalam bahasa Bali, maka sampai sekarang pusat pemerintahan itu bernama Desa Bulian yang berarti abulih (satu). Kejadian-kejadian pada saat pemindahan pusat kerajaan dalam keadaan darurat dan masih sampai sekarang tetap ada. Apabila warga Desa Bulian hendak mepeningan dengan ngamedalang Ida Bhatara Ratu Hyang Ing Hyang tetap harus melalui jalan jaman dulu, yaitu lurus keutara dari Desa Bulian yang tembus ke Yeh Buah sebelah barat Pura Penyusuhan yang berasal dari kata Banyu suan (pembersihan, petirtaan dan sampai sekarang warga Desa Kubutambahan mepeningan ngiring Ida Bhatara ke pura Penyusuhan tersebut). Pada suatu ketika keadaan sudah kembali pulih kembali dari segala ancaman, maka datanglah lagi ancaman lain yaitu ancaman dari seorang yang berwujud raksasa yang sangat mengganggu penduduk Desa Besi Mejajar. Semua kekuatan dan cara lain telah dikerahkan untuk melawan raksasa tersebut, namun sia-sia, semua ksatria dari kerajaan telah putus asa untuk menghadapi ancaman tersebut. Pada suatu ketika pada saat keadaan semakin genting datanglah utusan dari kerajaan Gelgel Klungkung yang hendak mencari daerah pertanian baru di wilayah Den Bukit. Adapun nama utusan tersebut bernama Ki Gusti Tambahan dari Desa Bangli. Mengetahui keadaan yang sangat gawat tersebut Ki Gusti Tambahan bersedia membantu melenyapkan raksasa tersebut dengan syarat jika berhasil diberikan tanah untuk dibuka menjadi tanah pertanian. Setelah persyaratan-persyaratan tersebut disepakati maka pemuka-pemuka pemerintahan yaitu Ki Pasek menyali, Ki Pasek Bebetin dan Ki Pasek Bayan, maka Ki Gusti Ngurah Tambahan memohon doa restu dan petunjuk dari Ki Dukuh Bulian dan diberi keris yang bernama Ki Baan Kawu Olih Ki Dukuh Bulian, dan pada akhirnya Ki Gusti Ngurah Tambahan bershasil membinasakan raksasa tersebut tetapi dengan diiringi pesan oleh raksasa tersebut, yang juga disanggupi oleh Ki Gusti Ngurah Tambahan yang berisi hal-hal sebagai berikut :

 

  • Bahwa ia dapat binasa jika ia dibunuh dengan keris Ki Baan Kawu oleh Ki Gusti Ngurah Tambahan.
  • Agar setelah raksasa tersebut mati, agar sanggup Ki Gusti Ngurah Tambahan menjaga dua bilah keris yang bernama Ki Baru Sembah dan Ki Baru Ular yang bermanfaat sebagai penolak bala.
  • Agar Ki Gusti Ngurah Tambahan sanggup menjadi penguasa di sebelah utara Desa Bulian, dan tidak kembali ke Gelgel, karena hal ini sudah menjadi kehendak Dewata agar Ki Gusti Tambahan menetap disini.

 

Setelah semua pesan itu disanggupi oleh Ki Gusti Tambahan maka matilah raksasa tersebut. Dan pucuk pimpinan di Bulian beserta para kerabatnya yaitu Ki Pasek Menyali, Ki Pasek Bebetin, Ki Pasek Bayan sepakat memberikan tanah untuk dibuka oleh Ki Gusti Ngurah Tambahan yaitu :

  • Daerah Tukad Aya (Daya)sampai pinggir timur Desa Sangsit
  • Daerah Alas Agung (alas sarum) Bungkulan dan sekitarnya

Maka Ki Gusti Ngurah Tambahan beserta para pengikutnya membuat pondok (kubu) untuk tempat istirahat dan menyimpan alat-alat yang dipakai oleh para pengikutnya untuk membuka lahan tersebut, dan tempat tersebut dinamakan Kubu Ki Gusti Ngurah Tambahan, yang lama-kelamaan untuk mempercepat pengucapan dan perubahan-perubahan bahasa, maka menjadi Kubutambahan sampai saat ini. Dan karena pengikutnya semakin banyak dan daerah yang dibuka semakin subur maka Ki Gusti Ngurah Tambahan juga membuat pura tempat ibadah untuk para pengikutnya, agar para pengikut beliau dapat melaksanakan ibadah agama dengan baik dan tidak perlu ke Desa Bulian lagi karena beliau membuat pura-pura tersebut bersifat cabang dari Desa Bulian, maka pura-pura tersebut tidak diperkenankan membuat Meru yang menyerupai induknya di Desa Bulian. Dan juga mengenai tata cara upacara apapun pelaksanaanya sehari setelah upacara di Desa Bulian. Sehingga sampai sekarang peringatan untuk Purnama dan Tilem di Desa Kubutambahan berbeda sehari dengan yang lazim dianut oleh umat hindu lainnya dan upacara-upacara ritual untuk Ida Bhatara Ratu Hyang Ing Hyang atau yang lumrah disebut Ratu Pingit, sampai sekarang dilakukan secara bergiliran dengan Desa Bulian. Dan untuk mempermudah pemasaran hasih-hasih pertanian maka pada jalan antara Bulian dan Kubutambahan dibangun satu pasar (peken) yang sampai sekarang disebut pasar Gelgel sebagai peringatan terhadap para pengikut Ki Gusti Ngurah Tambahan, dan pada waktu sasih kelima (bulan November) semua warga Subak di Desa Kubutambahan pergi ke pura Yeh Basang di Desa Bulian untuk memohon berkat agar hasih tanaman pada musim tanam dan hujan mendatang menjadi lebih balk, dan juga pada waktu ada hama penyakit tanaman dan manusia yang menyerang di Desa Kubutambahan, ini karena kepercayaan masyarakat dengan keris peninggalan Ki Gusti Ngurah Tambahan yang bernama Ki Baru Sembah. Dan konon salah satu keris beliau yang bernama Ki Baru Ular ada tersimpan di Desa Patemon yang dijaga oleh Rkyan Arya Ularan.

Demikianlan secara singkat kami uraikan berdasarkan piteket para

leluhur yang masih sangat jauh sari kebenaran berdasarkan prasasti yang sampai saat ini belum dapat kami salin.

Untuk Kepemimpinan Desa Kubutambahan yang dapat kami uraikan sejak tahun 1960 hingga sekarang atau sejak perubahan dan Desa Praja sampai terwujud undang-undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa danbahkan telah disempurnakan menjadi Undang-undang No. 2 tahun 1999 danlagi disempurnakan kembali menjadi Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Desa dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Tahun 1962 - 1965 dijabat oleh GEGE BAJRA
  2. Tahun 1965 - 1967 dijabat oleh JRO PASEK WEDANA
  3. Tahun 1967 - 1972 dijabat oleh I GDE WIDNJANA DANGIN
  4. Tahun 1972 - 1977 dijabat oleh GEDE GINTARAN SEPUTRA
  5. Tahun 1977 - 1981 dijabat oleh I MADE WIJAYA SEPUTRA
  6. Tahun 1981 - 1986 dijabat oleh I WAYAN MANDRA (selaku Pejabat Sementara)
  7. Tahun 1986 - 1998 dijabat oleh GEDE GINTARAN SEPUTRA
  8. Tahun 1998 - 2006 dijabat oleh I MADE NGADEG
  9.  Tahun 2006 - 2007 djabat oleh KETUT SANDIRAT, BPA Sebagai Pejabat sementara selama 1 tahun
  10. Tahun 2007-2013 dijabat oleh KETUT SANDIRAT
  11. Tahun 2013- November 2016 dijabat oleh KADEK TOPAN WIRAYDHA
  12. Tahun 2016 (november) - 2017 (mei) dijabat oleh KETUT JUNI ARDANA, SE sebagai penjabat sementara
  13. Tahun 2017 (mei) dijabat oleh GEDE PARIADNYANA, SH sebagai perbekel (paw) 
  14. Tahun 2019 (Desember) dijabat oleh GEDE PARIADNYANA, SH sebagai Perbekel Definitif sampai sekarang

Layanan Mandiri


Silakan datang / hubungi perangkat Desa untuk mendapatkan kode PIN Anda.

Masukkan NIK dan PIN!

Media Sosial

FacebookTwitterYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Jumlah Pengunjung

Lokasi Kubutambahan

tampilkan dalam peta lebih besar